KANALMETRO, TOMOHON – Hoax atau berita bohong merupakan salah satu tindakan penyebaran informasi yang tidak benar dan kebanyakan berada pada dunia internet melalui berbagai platform Media Sosial.
Sasarannya adalah membuat kegaduhan ditengah masyarakat, atau pun mencari keuntungan dari informasi atau berita bohong yang disebarkan.
Tak terkecuali para siswa ikut menjadi korban bahkan pelaku penyebaran Hoax melalui Medsos seperti Facebook, Instagram, Twiter, Youtube, Whatapp, Tik Tok dan lainya.
Informasi bohong yang disebarkan pun beragam yakni berupa produk, kejadian maupun politisasi agama.
Padahal banyak orang sudah terjerat hukuman pidana dikarenakan menjadi pelaku penyebaran Hoax. Namun tindakan itu masih terus dilakukan oleh oknum tertentu.
Dan tentunya bisa menjadi pemicu konflik sosial ditengah masyarakat, serta terjadinya praktek pelanggaran hukum pidana.
Banyak kasus Hoax telah terjadi di Negara ini dan bahkan melibatkan sejumlah tokoh hingga harus dihukum karena tindakan tersebut.
Sekolah tentunya menjadi salah satu sarana pendidikan dalam memberikan edukasi terhadap Hoax bagi para siswa. Tak terkecuali sejumlah sekolah yang ada di Kota Tomohon, Sulawesi Utara.
Christy Lumi, Guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di SMP Negeri 4 Tomohon mengatakan, sebagai tenaga pengajar dirinya bertanggung jawab memitigasi para siswa dari serangan Hoaks.
Menurutnya hal itu merupakan salah satu strategi agar siswa mudah mencerna pemahaman akan bahaya Hoaks. Termasuk diajarkan soal dampak yang akan diterima jika melakukan hal tersebut.
“Siswa juga diajarkan harus saling membantu, menghormati dan menghargai sesama di lingkungan sekolah,” tambah pria yang juga gemar olahraga ini.
Selain itu dirinya mengakui saat ini hoaks identik sekali dengan keberadaan gadget yang sering disalah gunakan, terlebih dalam situasi saat ini. Sehingga pentingnya pembelajaran bagi siswa bagaimana bermasyarakat dan bernegara dalam dunia maya atau Medsos.
“Dalam materi Pers seorang siswa diajarkan untuk mengetahui apa itu Pers dan apa saja unsurnya yang salah satunya dalah faktual. Disitulah kami mengajarkan bahwa berita atau informasi yang diberikan harus berdasarkan fakta bukan Hoaks,” tambah Dia.
Tapi menurut Dia pada dasarnya dalam amanat dan pembinaan yang diberikan kepada siswa walaupun tidak terkait dengan materi-materi mengenai Medsos. Namun para guru juga selalu mengingatkan mengenai bagaimana siswa menghadapi dunia maya dan menggunakan Medsos yang baik.
Marthinus Senduk selaku Kepala SMP Lokon St Nikolaus Tomohon menambahkan bahwa pihaknya memiliki kurikulum berbasis kehidupan yang intinya adalah pendidikan karakter. Yakni pendidikan yang sifatnya integral-holistik.
Dimana pendidikan yang memfasilitasi dan menumbuh kembangkan kepribadian peserta didik dlm keutuhan aspek-aspeknya, yaitu Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), Adversity Quotient (AQ), Physical Quotient (PQ), Cultural Quotient (CQ), Social Quotient (ScQ).
Sedangkan upaya pihaknya membentengi para siswanya agar terhindar dari Hoax yakni dengan mengedukasi para murid untuk menumbuh kembangkan kemampuan bernalar kritis.
Artinya, siswa harus mampu membedakan mana yang benar dan tidak benar, mana fakta dan pendapat yang perlu diuji keabsahannya.
Akademisi Universitas Negeri Manado (Unima) Theodorus Pangalila mengatakan strategi pendidikan dalam meminimalisir Hoaks tentu saja harus kembali ke kebijakan pemerintah terutama Kementerian terkait.
Karena menurut Dia masalah penyebab Hoax adalah kurangnya sikap kritis terhadap segala informasi yang diterima. Dimana informasi positif dan negatif seharusnya tak bisa langsung diterima begitu saja tanpa ada sikap kritis.
“Pada zaman keterbukaan informasi saat ini berita Hoax sangat cepat menyebar lewat platform Medsos dan orang dengan gampang meneruskan berita tersebut tanpa adanya sikap kritis terhadap isi informasi tersebut,” jelas Dia.
Sehingga salah satu langkah dalam menangkal Hoaks sejak dini yaitu melalui penguatan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang ada.
Selain peran sekolah, menurutnya kontribusi keluarga dalam hal ini orang tua berpengaruh dalam memberikan pemahaman lebih kepada anak. Apalagi waktu belajar anak di rumah lebih banyak ketimbang di sekolah.
Sehingga pendidikan bukan saja hanya terpusat di Sekolah melainkan di rumah maupun lingkungan sekitarnya.