20 April 2024

/

Aktivitas Pertambangan di Sungai Dumoga Dihentikan

5 mins read
DLH menghentikan aktivitas pertambangan di sungai dumoga lantaran diduga menyalahi. (foto ist)

BOLMONG Aktivitas pertambangan di sungai Dumoga, tepatnya di Desa Totabuan, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara dihentikan.

Penghentian aktivitas itu dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat setelah mengawasi terhadap pertambangan dan pegolahan mineral logam di lokasi tersebut. Karena didapati ada dua jenis penambangan yang dilakukan masyarakat yang berada di pinggiran sungai Dumoga. Yakni aktivitas penambangan menggunakan alat berat jenis eskavator dan talang screen yang aktif.

Didapati pula adanya kubangan air bekas penambangan yang dilakukan masyarakat pada bantaran sungai tersebut. Selain itu didapati juga tumpukan material pasir dan batu (sirtu) serta batuan di bantaran sungai yang merupakan sisa hasil penambangan masyarakat.

“Lokasi ini berada di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi PT Monumen Energi Nusantara (MEN), tepatnya di prospek Blok 2. Lokasi kegiatan ini milik dari masyarakat dan belum ada pembebasan lahan oleh pihak perusahaan,” jelas Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan Hidup, Pengelolaan Sampah dan Bahan Berbahaya Beracun DLH Bolmong Deasy Makalalag, Senin (5/4/2021) yang dikutip dari zonautara.com.

Selain di prospek Blok 2, ditemukan pula aktivitas yang sama pada prospek Blok 3 serta di antara Blok 2 dan Blok 3. Dengan jumlah keseluruhan eskavator yang terdata ada sekitar 19 unit yang merupakan milik masyarakat.

DLH Bolmong pun langsung menyampaikan surat pemberitahuan kepada Sangadi Desa Totabuan agar pemerintah desa dapat menghentikan semua jenis kegiatan penambangan dan pengolahan mineral logam yang di sepanjang bantaran Sungai Dumoga atau yang juga oleh masyarakat setempat disebut sebagai Sungai Ongkag di Desa Totabuan. Selain itu dalam surat tersebut DLH meminta kepada para pelaku usaha agar mentaati seluruh persyaratan perizinan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Karena menurut Makalalag, jika terjadi pencemaran serta kerusakan lingkungan dan berdampak negatif kepada masyarakat akibat dari aktivitas penambangan dan pengolahan mineral logam itu. Maka segala konsekuensinya secara hukum menjadi tanggung jawab pelaku usaha.

Hal itu jelas diatur dalam Undang-undang (UU) nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lebih jelasnya dalam pasal 36 menyebutkan bahwa setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki Analias Mengenai Dampal Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) wajib memiliki izin lingkungan.

Selanjutnya pasal-pasal dalam UU nomor 32 tahun 2009 :

Pasal 36 : Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.

Pasal 109 : Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki Izin Lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit satu milyar dan paling banyak tiga miliar.

Pasal 98 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Apabila perbuatan sebagaimana ayat 1 mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sediki tRp. 4.000.000.000 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 12.000.000.000 (dua belas miliar rupiah).

Apabila perbuatan sebagaimana ayat 1 mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 99 : Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu air, baku mutu udara ambien atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta denda paling sedikit satu milyar rupiah dan paling banyak tiga miliar rupiah.

Apabila perbuatan sebagaimana ayat 1 mengakibatkan orang luka dan atau bahaya kesehatan manusia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua ) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit dua miliar rupiah dan paling banyak enam miliar rupiah.

Apabila perbuatan sebagaimana ayat 1 mengakibatkan orang luka berat atau mati dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit tiga miliar rupiah dan paling banyak sembilan miliar rupiah.(marcel/ZU)

Latest from Same Tags