MINAHASA – Menyikapi atas berbagai persoalan kemasyarakatan yang terjadi di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon, maka sejumlah aktivis pemuda serta mahasiswa pun membentuk Koalisi Orang Gunung. Sehingga nantinya kehadiran Koalisi ini akan menyikapi beberapa persoalan seperti perampasan ruang hidup yang di antaranya masalah agraria, Hak Asasi Manusia (HAM), masyarakat adat dan lingkungan hidup yang terjadi di kedua daerah tersebut.
Koalisi Orang Gunung pun terbentuk melalui konsolidasi gerakan masyarakat sipil di Kasuang Spritual Center (KSC) Tondano, Selasa hingga Rabu (11-12/05/2021). Dimana dalam Koalisi itu terdiri dari unsur organisasi Mahasiswa, Kepemudaan serta Komunitas Kampung, Budaya, Seni dan organisasi non pemerintah.
Tujuannya adalah untuk mengkonsolidasikan gerakan yang sistematis dan masif. Menyatukan persepsi dan arah gerakan masyarakat sipil. Membangun jaringan gerakan masyarakat sipil yang berpihak pada kaum tertindas. Menyatukan gerakan intelektual masyarakat yang produktif. Menyadarkan masyarakat pentingnya solidaritas gerakan. Mengawal terbentuknya produk undang-undang yang berpihak pada masyarakat. Menyusun rencana, strategi dan taktik gerakan. Membangun konsistensi gerakan yang berkelanjutan.
Adapun persoalan yang diangkat adalah perampasan ruang hidup didalamnya persoalan agraria di Kelelondey, Kalasey Dua, Uluna dan Cagar Budaya di kaki Gunung Lokon. Dan juga akan mengawal produk hukum di daerah khususnya Minahasa dan Tomohon, seperti Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Masyarakat Adat serta Perda yang dirasa diskriminatif bagi kaum rentan.
Baca juga: Larang Lokasi Wisata Beroperasi, Benteng Moraya Dibiarkan Ramai Pengunjung
Penggerak Koalisi Orang Gunung dari Tomohon Stefanus Goni mengatakan, Koalisi ini hadir sebagai bentuk rasa ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah saat ini. Dimana lingkungan dan ruang hidup masyarakat mulai tidak diperhatikan.
“Kita hidup seharusnya membangun hubungan manusia dengan manusia dan dengan alam. Saat ini pemerintah mengajarkan kita untuk mulai merusak alam tempat tinggal kita. Pemerintah daerah kurang hadiri di tengah-tengah masyarakat. Apalagi di daerah-daerah yang terkonflik membuat posisi pemerintah tidak terlihat sebagai pendengar dan ujung tombak rakyat dalam kesejahteraan,” kata Goni.
Sementara Juan Ratu penggerak dari Minahasa mengatakan jika ini merupakan bentuk gerakan alternative. Dimana wadah ini sebagai alaram untuk pemerintah dan negara agar dapat bekerja bagi rakyatnya. Juga sebagai alternatif bagi gerakan pemuda dan mahasiswa yang terlena dengan persoalan elitis yang sengaja tidak mau memihak pada rakyat dan tak berani bersikap ekologis.
“Masalahnya sudah di depan mata. Sudah terjadi perampasan ruang hidup yang sistematis dilakukan lewat kebijakan dan keberpihakan pemerintah kepada kapitalis. Wadah ini terbuka dan menjadi ruang belajar serta membangun jaringan bagi setiap semesta yang ingin berjuang,” pungkasnya. (kelly)