21 November 2024

/

Bawaslu Sulut Tegaskan ASN Tak Netral Bisa Dikenakan Sanksi Pidana

2 mins read
bawaslu sulut erwin sumampouw
Pimpinan Bawaslu Sulut, Erwin Sumampouw. foto: dok bawaslu sulut

KANALMETRO, SULUT – Memasuki tahapan masa kampanye, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) langsung mengeluarkan himbauan tegas terkait Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tak bersikap netral dalam Pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024.

“Setelah pasangan calon (Paslon) ditetapkan, kini sudah masuk tahap kampanye. Dan jika ada ASN yang bersikap tak netral, serta terbukti benar maka ada konsekuensi pidana,” kata anggota Bawaslu Sulut, Erwin Sumampouw, Sabtu 28 September 2024.

Dia menegaskan bahwa soal etika atau netralitas ASN saat sebelum ditetapkannya Paslon, pelanggaran itu belum bermuara pada pidana. Namun saat Paslon sudah ditetapkan, sudah ada sanksi pidananya khusus pada pasal 71 UU pemilihan junto pasal 188.

“Pasal tersebut mengikat juga para ASN sekalipun yang bersangkutan bukan pejabat tertentu,” tegas Erwin Sumampouw.

Dia juga mengatakan bahwa data dari Komisi ASN, Pilkada tahun 2020 ada 2034 ASN yang dilaporkan. Dan yang terbukti serta dijatuhi sanksi ada 1.596 ASN.

Sehingga soal netralitas ASN juga menjadi perhatian Bawaslu Sulut. Karena pihaknya bukan saja mengawasi pelaksanaan UU Pilkada. Namun pula ikut mengawasi pelaksanaan UU lainnya yang didalamnya termasuk UU ASN.

Diketahui, pada ayat (1) pasal 71 UU Pilkada jelas berbunyi “Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara (ASN), dan kepala desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye.

Sedangkan sanksi pidanya diatur pada pasal 188 UU Pilkada bahwa “Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN), dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp.6.000.000 (enam juta rupiah).

Editor: Fransiskus Talokon

Latest from Same Tags