SULUT – Kemajuan suatu daerah tidak lepas dari peran pemegang kuasa penuh kebijakan. Setelah melantik Walikota dan Wakil Walikota Manado yang baru, otomatis tiga kota paling dekat dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Likupang yakni Manado – Bitung – Tomohon satu nafas sinergitas dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Dengan benang merah ini kota triangle penyangga KEK Likupang memiliki potensi masing-masing guna mewujudkan pariwisata Sulut tambah hebat di bawah kepemimpinan Olly Dondokambey dan Steven Kandouw (OD-SK).
Kota Bitung telah dinobatkan sebagai international hub port, start awal yang positif dalam persiapan merespon ekonomi global. Bagaimana melihat Kota Batam saat ini, bisa di bilang begitulah Kota Cakalang kurang lebih lima tahun mendatang. Belum lagi, potensi pariwisata yang dimilikinya, pesona selat Lembeh, pantai Batu Angus, Taman wisata Tangkoko dan lain sebagainya.
Bergerak ke arah yang lebih dingin, ada Kota Tomohon di sana. Daerah yang terletak di kaki gunung Lokon ini meskipun kecil namun berpotensi besar dalam hal pariwisata pegunungan. Dataran tinggi menjadi primadona di tanah Toar Lumimuut. Daerah bertajuk lima dimensi yakni kota Bunga, Pendidikan, Religius, Perdagangan dan tentunya Pariwisata. Bisa dilihat, sebagai daerah paling dekat dengan ibu kota provinsi, membuat Tomohon menjadi salah satu tujuan wisatawan lokal maupun mancanegara karena hanya bisa ditempuh dengan kurun waktu kurang dari satu jam.
Dan yang menjadi pusat perhatian yakni Kota Manado, menjadi ibu kota provinsi otomatis ekonomi-bisnis Sulut berkiblat di situ. Saat ini garis sinergitas telah berada dalam satu rel antara kota, provinsi dan pusat. Bagaimana dengan kemajuan pariwisata Sulut ke depan, yang menjadi andalan dalam upaya pemulihan ekonomi.
Tanggapan positif datang dari beberapa pengamat, semisal Prof Winda M Mingkid Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan di Universitas Sam Ratulangi menuturkan potensi pariwisata di Sulut sangat bagus, memiliki laut dan gunung dengan sumber daya alam, sejarah dan budaya yang mendukung serta kualitas SDM yang mumpuni.
Pertanyaannya bagaimana cara kita mengelola potensi ini agar bisa mensejahterakan masyarakatnya kuncinya terletak pada pentahelix (stakeholder) yang mengelolanya, tentu saja masing-masing ada porsi tanggung jawab mulai dari pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, akademisi dan media.
“Pemerintah mengatur regulasi kepariwisataan, melakukan monev secara berkala, merencanakan dan melaksanakan program untuk menunjang kepariwisataan. Masyarakat bertugas menjaga potensi SDA, budaya dan sejarah yang ada agar bisa memberikan manfaat bagi kepariwisataan yang berkelanjutan,” urai Nona Manado dan Noni Sulut 1990 ini.
Lanjut sosok yang pernah menyabet Putri Ayu Indonesia 1992 silam ini, porsi lain juga wajib dimaksimalkan semisal pelaku usaha dan mewakili akademisi.
“Untuk pelaku usaha dimana melakukan pemasaran dan bisnis yang terkontrol sehingga fokus bukan pada profit semata tetapi turut menjaga keberlanjutannya. Sedangkan akademisi berperan melakukan studi secara intensif agar kemanfaatan kepariwisataan telah sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 serta sejalan dengan tujuan UU No.10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, dan berikutnya media melakukan tugas mulia mempromosikan destinasi wisata yang ada di Sulut, membangkitkan semangat membangun kepariwisataan dengan berita-berita yang up to date, tidak mendiskreditkan namun memberikan dorangan kepada semua stakeholder untuk sama-sama menopang kegiatan kepariwisataan,” ajak Prof Winda.
Dengan adanya korelasi berupa sinergitas, apalagi daerah Sulut dikenal dengan istilah Mapalaus.
“Manado – Tomohon – Bitung, tiga kota dengan kepemimpinan yang baru perpanjangan tangan dari Pemprov diharapkan dapat bersinergi menjadi kota triangle penyangga KEK Likupang. Menjadi catatan untuk OD-SK dan tiga walikota baru, kumpulkan tim kecil 5-7 orang yang dapat membantu merumuskan pengembangan kepariwisataan di Sulut,” tukas akademisi jebolan Jepang dan Australia ini.
Akademisi lainnya juga menanggapi pariwisata dan ekonomi secara khusus di kota Manado saat ini harus tetap dianggap sebagai sentral, mengapa? Karena ketika Likupang menjadi Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) oleh Kemenparekraf, justru Manado sebagai penyangga, semakin terbuka untuk ‘dipromosikan’ juga.
“Bandingkan fakta bahwa ketika mereka akan ke KEK Likupang, jalur yang dilewati pasti kota Manado. Maka fakta ini justru semakin membangun potensi pariwisata dan ekonomi yang jaring menjaring antar kabupaten/kota di samping DPSP Likupang. Walaupun DPSP-nya Likupang, tapi karena sudah ada sinergitas dengan tiga kota di sampingnya, maka potensi semakin terbuka,” ujar dosen Unika De La Salle Ambrosius Loho.
Tomohon sebagai kota atau daerah dengan budaya dominan sub etnis Tombulu, bisa melengkapi DPSP Likupang, termasuk Bitung dengan kekayaan pantai yang hampir mirip dengan Likupang.
“Intinya, pariwisata dan ekonomi Sulut akan berkembang massif jika sinergitas tiga kota ini tampak tak kasat mata saja, tapi benar-benar nyata, mengingat kekayaan pariwisata berbasis budaya juga akan bisa menjadi pembeda di Sulut,” tukas penggiat filsafat ini. (Wan)