06 October 2024

/

Lestarikan Warisan Leluhur dan Tumbuhkan Semangat Kebangsaan Lewat FesWaMa

3 mins read

TOMOHON – Berlangsung sejak 21 Oktober hingga 16 November 2020, Festival Wale Mazani (FesWaMa) sukses digelar. Meskipun dalam situasi pandemi bukan menjadi penghalang para pelaku seni terlebih seni budaya Minahasa untuk tetap bersemangat melestarikan warisan leluhur akan kearifan lokal terlebih musik tradisional.

Berbagai kegiatan sukses digelar dalam Festival yang berkolaborasi antara Balai Pelestarian Nilai Budaya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tomohon serta Rumah Budaya Nusantara Wale Mazani Minahasa. Seperti launching virtual, penanaman pohon, workshop dan dialog budaya, lomba bintang vokalia mulai usia anak hingga dewasa, lomba kolintang hingga konser budaya yang puncaknya dirangkaikan penyerahan hadiah, Senin(16/11/2020) di RBN Wale Mazani Minahasa Tomohon Selatan.

Founder RBN Wale Mazani Minahasa Joudy Aray menuturkan langkah ini guna menyasar bagaimana menumbuh kembangkan semangat kebangsaan melalui pagelaran budaya. Namun tentunya salah satu tujuan utama yakni melestarikan alat musik kolintang sebagai warisan budaya dan sarana edukasi.

“Lewat festival ini kita bisa menemukan kolaborasi unik dari musik kolintang saat dipadukan dengan genre musik modern sehingga semakin berkembang,” urai Aray.

Salah satu maestro seni musik tradisional ini juga menuturkan lewat Festival itu juga diharapkan menjadi salah satu sarana mengumpulkan seniman-seniman budaya lokal dan sanggar musik kolintang. Serta untuk memperkuat komunitas-komunitas seni budaya lokal yang memiliki presepsi sama dalam memajukan kebudayaan. Sehingga diharapkan nilai-nilai budaya terus ditanamkan terlebih bagi para generasi baru.

“Festival budaya Wale Ma’zani dengan kegiatan Meimo Kumolintang memberi dampak positif bagi anak-anak. Karena alunan musik bisa berpengaruh baik pada perkembangan otak,” kata Jeniver Mantow.

Menurutnya, paparan musik ini bisa menstimulasi area otak yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa dan emosi. Selain itu, dengan mengenalkan anak pada alat musik kolintang bisa menambah wawasan mereka akan kearifan lokal Minahasa terkait seni.

“Di Wale Ma’zani anak-anak bisa melihat secara langsung bagaimana proses pembuatan alat musik kolintang dan bagaimana wujudnya,” tukas Mantow salah satu psikolog asal Kota Tomohon.

Dijelaskannya juga, terkait kearifan lokal yang bisa menjadi pelajaran bagi anak-anak yaitu bahasa daerah. Hal itupun tidak bisa dipungkiri hanya terbatas di beberapa kelurahan saja yang masih fasih berbahasa Tombulu di Tomohon.

“Bukan cuma anak-anak, orang tua juga tidak semua bisa lancar berbahasa daerah. Ada yang bisa Tombulu pasif, atau sering dikatakan bisa paham kalau orang lain bicara, tapi dia sendiri kurang bisa bicara merangkai kata dalam bahasa Tombulu,” jelas Mantow.

Dalam lomba yang dilaksanakan sejak 11-14 November tersebut menghadirkan para juri baik lokal maupun luar daerah. Sementara dalam dialog budaya dengan tema Bersatu dalam strategi kolintang goes to Unesco menghadirkan perwakilan dari PINKAN Indonesia, KKK Surabaya, KKK Medan, K2 Surabaya, Ipkolindo Nasional dan Sulut, IPMK Jakarta, Asik Sulut, AMKK Milenial, Isento dan Pineasaan ne Tombulu.(zakaria)

Latest from Same Tags